A.
Perang Teluk III(Amerika Serikat – Irak)
Pada pidato kenegaraan presiden AS George W
Bush didepan kongres pada tanggal 29 Januari 2002 yang menyebutkan Iraq, Iran,
Korea Utara sebagai bagian dari ‘ Poros Kejahatan ‘ semakin meningkatkan
kekhawatiran akan dimulainya serangan militer AS ke Iraq tersebut.
Lawatan Wapres AS Dick Cheney kesembilan Negara Timur-Tengah pertengahan Maret
2002, disinyalir tujuan utamanya untuk mendapatkan dukungan penuh Negara-negara
dikawasan tersebut untuk menggulingkan Saddam. Dengan dalih
Negara Iraq tersebut mempunyai senjata pemusnah massal yang dapat
membahayakan masyarakat dunia, AS sangat berkeinginan menyerang negeri 1001
malam tersebut. Tapi barangkali hanya Israel danKuwait yang siap
mendukung penuh upaya AS menggulingkan Saddam. Arab Saudi meskipun tidak menyukai
Saddam tidak akan mengizinkan pangkalan udara dan daratnya digunakan untuk
menyerang Iraq. Sikap tersebut dipegang teguh pemerintahRiyadh sejak
berakhirnya Perang Teluk II tahun 1991. seperti Negara Arab lainnya
kecuali Kuwait, Arab Saudi konsisten mempertahankan kesatuan territorial
negeri Iraq.
Saat lawatannya bulan Maret 2002 gagal
meraih dukungan dari para pemimpin Timur-Tengah yang dikunjungi (
kecuali Israel ) untuk menyerang Iraq. Lain halnya dengan
Negara Kuwait, Negara ini sangat membenci Saddam dan masih menyimpan
dendam dengan Saddam karena Saddam pernah menjadikan
Negara Kuwait ini sebagai bagian dari
provonsi Iraq pada Perang Teluk I. walaupun
demikian Kuwait yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Arab Saudi yang
menjadi ujun tombak melawan Iraq pada masa perang Teluk II tahun 1991 ikut
menentang rencana serangan AS ke Iraq. Turki pun masih ragu ikut ambil
bagian dalam aksi serangan militer terhadap Iraq. Iming-iming bantuan 16
miliar dollar dari Washington ternyata tidak memudarkan keraguan
pemerintah Ankara. Negara lainnya seperti Iran dan Suriah justru
lebih menginginkan status quo di Iraq, daripada muncul
ezim baru yang loyal pada Washington. Menurut Iran dan Suriah,
lahirnya rezim baru yang loyal padaWashington akan mengubah lagi konstelasi
politik dan strategi dikawasan penuh konflik itu yang bias saja akhirnya
merugikan Iran dan Suriah. Bukan hanya itu, sikap Uni Eopa dan Rusia
juga menjadi kendala. Uni Eropa belum melihat adanya alas an memadai bagi AS
untuk menyerang Iraq. Bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin memberi
peringatan keras pada Washington jika menyerang Iraq.
Meski demikian, mereka sepakat Iraq harus nmengizinkan
kembalinya tim PBB untuk memeriksa senjata pemusnah massal. Alas an Iraq menolak
tim PBB itu karena khawatir ada penysupan CIA dan Mossad dalam tim tersebut
seperti pada tahun 1998.
Factor minyak selalu menjadi isu sentral dan
selalu diliat sebagai salah satu pemicu utama terjadinya seluruh konflik di
kawasan Timur-Tengah, dan tidak terkecuali dalam konflik Amerika Serikat-Iraq.
Hal ini disebabkan karena kawasan Timur-Tengah merupakan kawasan penghasil
minyak bumi terbesar didunia. Dan hampir seluruh produksi minyak dunia
didapatkan dari kawasan ini. Hampir seluruh pejabat iraq secara
terang-terangan menuduh Negara AS ingin menguasai sumur-sumur
minyak iraq yang merupakan terbesar kedua setelah Arab
Saudi. Negara ASsendiri juga mulai memberi perhatian pada minyak di
Timur-Tengah sejak 50 tahun yang lalu yakni ketika kongres AS saat itu
menggelar sidang khusus untuk mengeluarkan keputusan tentang jumlah minyak yang
harus diimpor AS setiap bulannya. Perhatian pemerintah AS pada minyak di
Timur-Tengah semakin besar setelah aksi boikot minyak Arab menyusul perang
Arab-Israel tahun 1973. salah satu presiden AS Jimmy Carter pernah menetapkan
kebijakan yang mengharuskan AS mengamankan dengan segala cara suplai minyak.
Bila muncul ancaman, maka AS harus menggunakan segala cara termasuk kekuatan
militer untuk menjamin terus mengalirnya suplai minyak. Pada perang Iraq-Iran, kapal-kapal
perang AS turun tangan mengawal kapal-kapal tanker minyak dari teluk Arab
melalui selat sempit Hormuz menuju Negara-negara barat, menyusul Iran saat itu
mengancam akan menyerang dengan rudal semua kapal tanker yang lewat selat
Hormuz.
Diluar kawasan Arab Teluk, AS juga
meningkatkan kehadiran militenya sesuai dengan tuntutan strategi baru dalam
menghadapi tantangan abad 21, globalisasi, perang bintang dan menjaga
kesepakatan internasional. Bertekad mengurangi ketergantungan pada minyak
Timur-Tengah yang sarat konflik itu, beberapa tahun terakhir ini, AS berhasi
meningkatkan hubungan dagangnya dengan Negara-negara produksi minyak diluar
Negara Arab Teluk untuk mencari pemasok minyak baru, seperti Rusia, Afrika
barat, dan Negara kawasan laut Kaspia. Namun hal itu masih diragukan, AS
mengimpor minyak dai Rusia dan Negara kawasan laut Kaspia bisa dianggap lebih
aman dari kawasan Timur-Tengah. Rusia tentu menerapkan kebijakan politik yang
mengutamakan kepentingannya. Dlam banyak kasus, Rusia dan AS tidak sinkron
dalam kebijakan politik luar negeri nya. Misalnya, Rusia pasti tidak setuju
dengan kebijakan AS tentang poros kejahatan yang
memasukkan Iraq, Iran, dan Korea Utara. Tiga Negara yang masuk poros
kejahatan versi AS itu dikenal memiliki hubungan sangat baik dengan Moskwa.
Rusi dan Iran misalnya, menjalin hubungan kerja sama soal pembuatan
reactor nuklir. Rusia juga mendapat proyek seilai puluhan milliard diIraq.
Selain itu, Rusia masih dalam transisi pada pembangunan ekonominya. Karena itu
moskow masih sangat butuh Negara
semacam Iraq dan Iran sebagai mitra bagi pembangunan
ekonomi Rusia.
Dipihak lain, minyak selalu
menggelisahkan Baghdad karena hanya komoditas itu sebagai
satu-satunya kekuatan yang dimiliki Iraq untuk memenuhi kebutuhan
rakyatnya, dan juga menjadi kekuatan tawar-menawar di dunia internasional. Jika
terjadi krisis pada sector minyak, tidak ada komoditas lain yang menjadi
andalanBaghdad.
Selain kebutuhan besar akan minyak,
perihal senjata kimia dan biologi Iraqsenantiasa mendapat perhatian besar
AS dan Negara barat lain, bahkan lebih besar dari isu senjata nuklir Iraq.
Masalah senjata kimia dan biologi itu selalu menjadi bahan polemic baik sebelum
maupun sesudah berhentinya aktivitas tim inspeksi senjata pemusnah massal PBB
di Iraq pada Desember 1998. pengembangan dan produksi senjata kimia dan biologi
telah mendapat perhatian pimpinan Iraq sejak awal tahun 1970-an.
Perhatian yang besar tersebut merupakan bagian dari bangkitnya perkembangan
tekhnologi dan ilmu pengetahuan Iraq saat itu. Selain itu, program
senjata kimia dan biologi Iraq itu sebagai bagian pula dari
persaingan militer dan perlombaan senjata dengan Iran, serta berkaitan
juga dengan isu konflik Arab-Israel. Meletusnya perang Iraq-Iran tahun
1980-1988 mengantarkan pimpinan Iraq saat itu untuk lebih memberikan perhatian
pada proram senjata kimia dan biologi, dimana Baghdad kala itu berambisi
memiliki kemampuan militer nonkonvensional untuk menutupi kekurangan kekuatan
manusia Iraq dibanding Iran.
Dismping itu, Iraq merasa harus memilih senjata kimia
dan biologi sebagai unsur kekuatan pengimbang strategis dikawasan Teluk dan
Timur-Tengah yang bersebelahan ini, menyusul hancurnya reactor nuklir Iraq
dekat Baghdad setelah digempur pesawat tempur Israel pada tahun 1981.
Oleh karena itu, program senjata kimia
dan biologi Iraq mengalami kemajuan pesat sejak awal tahun 1980-an.
Pimpinan Iraq saat itu memberi semua kemudahan keuangan, ilmu
pengetahuan, tekhnis dan sumber daya manusia untuk program senjata kimia dan biologi
yang membantu tercapainya kemajuan dibidang pembangunan infrastruktur untuk
program tersebut. Iraq juga berhasi mencapai menjalin kerja sama
dengan Negara-negara sahabat di dunia Arab, Eropa Barat, dan Timur untuk proses
pengalihan tekhnologi senjata kimia dan biologi.
Sekarang Iraq telah dapat di
kuasai AS sepenuhnya, dan Saddam pun telah dihukum mati oleh mahkamah
internasional. Tapi keadaan di Iraq sendiri tidak lebih baik dari
saat Saddam berkuasa, bahkan lebih buruk. Iraq seperti kembali ke
keadaan 50 tahun yang lalu, atau bahkan lebih. AS sendiri mendapat protes dari
masyarakat internasional karena dianggap tidak bertanggung jawab atas keadaan
di Iraq saat ini.Mampukah AS memperbaiki
keadaan Iraq menjadi lebih baik?dan mampukah AS mengembalikan
kepercayaan masyarakat dunia dengan mengembalikan keadaan menjadi seperti
semula
B.
Invasi
Sekutu Irak (2003 M)
Invasi
Sekutu ke Irak tahun 2003 denga kode “Operasi Pembebasan Irak” merupakan
serangan sekutu an dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mencari dan
menghancurkan Irak yang dituduh mempunyai senjata pemusnah massal. Invansi ini
secara resmi dimulai tanggal 19 maret 2003. Tujuan resmi yang ditetapkan
amerika serikat dalam penyerangan ini adalah untuk melucuti senjata pemusnah
massal Irak, menakhiri dukungan Saddam Hussein kepada terorisme, dan memerdekan
rakyat Irak dari kekuasaan otoriter Saddam.
Persiapan
awal perang ini telah dimulai ketika 100.000 tentara Amerika serikat
dikumpulkan di Kuwait. Amerika Serikat sengaja menyediakan mayoritas pasukan
untuk invasi ini, dengan dukungan dari pasukan Koalisi yang terdiri dari lebih
dari 20 negara dan suku Kurdi di utara Irak. Invansi Irak tahun 2003 inilah
yang jadi pembuka perang Irak. Ketika Irak sudah jatuh ketangan Koalisi, masih
terus terjadi peperangan yang digelorakan pemberontak melawan tentara koalisi
Amerika Serikat hingga 2011.
Invansi
ke Irak oleh Amerika Serikat dan koalisinya ini karena tuduhan yang sifatnya
tidak benar. Sebab, setelah perang selesai, tidak terbukti adanya tuduhan tersebut
dan justru pihak Amerika Serikat dan koalisinya lah yang menginginkan politik
minyak disana. Dengan menuduh Saddam Husein memiliki senjata pemusnah massal
yang apabila tidak dicegah dapat mengancam kehidupan seluruh umat dibumi ini,
Amerika Serikat melancarkan serangan besar-besaran ke Irak. Selain tuduhan
tersebut, Amerika Serikat juga menuduh Irak telah melanggar resosuli PBB,
kebijakan yang menindas rakyak irak, dan percobaan pembunuhan terhadap george
H.W.Bush.
Seperti
sejarah tahun 2003 silam sekutu ikut campur tangan urusan politik irak, yaitu
atas kediktatoran saddam husein. Pada peristiwa peristiwa tersebut, juga tidak
sedikit korban jiwa yang berjatuhan dari warga sipil. Bahkan, sejumlah jurnalis
internasional tewas dan hilang. Dengan kata lain, invansi Amerika Serikat dan
koalisinya ini bertujuan ingin menumbangakan kekuasaan saddam husein dan
menyeretnya ke mahkamah internasional. Akhirnya melalui pertempuran yang
sengit, rezim saddam berhasil digulingkan.
Warga
irak pun menyambut tumbangnya kekuasaan otoriter sadaam dengan suka cita. Akan
tetapi, usai tumbanganya sang diktaktor di irak, ternyata masih juga banyak
terjadi perang saudara antar kelompok yang saling berebut kekuatan dan
kekuasaan untuk memegang pemerintahan. Dimana-mana terjadi teror dan bom bunuh
diri. Ini semua terjadi karena ulah dan skenario sekutu untuk menguasai irak
dan menjadikannya sebagai boneka Amerika Serikat. Sekutu akhirnya ingin
menguasai minyak dan uranium nuklir yang dimuliki bangsa irak. Sungguh sebuah
serangan yang sebenarnya bertujuan ingin memiliki perminyakan, namun dengan
dalih membebaskan rakyat irak dari pemimpin diktaktor.
Akibat
serangan invasi Amerika Serikat dan koalisinya ke Irak ini, dilaporkan lebih
dari 14.000 warga irak hilang. Peristiwa ini menjadi perhatian dan tontonan masyarakat
dunia pada tahun tersebut sebagai perang besar dan banyak memakan korban jiwa.
D. Kesimpulan
Perang Teluk III yang berlangsung timpang terjadi
selama 43 hari. Serangan dimulai pada 20 Maret 2003 dan berhasil menjatuhkan Baghdad
pada 9 April 2003. Pada 1 Mei 2003 perang dinyatakan selesai oleh Amerika
Serikat dengan kemenangan berada di pihak Amerika Serikat dan pasukan gabungan.
Dalam Perang Teluk III Irak mengalami kekalahan dan selanjutnya berada di bawah
pengaruh Amerika Serikat. Saddam Hussein jatuh dan dibentuklah pemerintahan
baru di Irak. Sebelum pemerintahan baru terbentuk kondisi Irak sangat kacau
mengingat terjadi kekosongan kekuasaan. Aksi kriminal meningkat dan sering
terjadi bom bunuh diri serta perlawanan bersenjata antara kelompok-kelompok
bersenjata dengan pasukan pendudukan. Setelah perang selesai kondisi keamanan,
perekonomian dan pemerintahan Irak belum juga stabil meski pemerintahan baru
hasil pemilu 31 Januari 2005 telah terbentuk. Tentara pendudukan Amerika
Serikat pun belum juga angkat kaki dari bumi Irak.
Implikasi Teoritis, bahwa Perang Teluk III yang menjadi
masalah krusial baru di Timur Tengah disebabkan oleh ambisi Barat (Amerika
Serikat) untuk menguasai minyak Timur Tengah (Irak). Motivasi untuk membela
kepentingan Israel juga menjadi alasan Amerika Serikat untuk menanamkan pengaruhnya
di Timur Tengah. Implikasi Praktis, bahwa konflik yang terjadi antara Irak dan
Amerika Serikat menimbulkan dampak multidimensional bagi Irak khususnya dan
bagi wilayah Timur Tengah pada umumnya. Perang Teluk III telah berpengaruh pada
prospek perdamaian Palestina dan Israel karena invasi Amerika Serikat ke Irak
ini telah memberi peluang bagi Israel untuk memperkuat eksistensinya di
Palestina.